Nasib Guru Tak Sepanjang Hayat

Oleh : Topan Aribowo Soesanto

Aftertaste Eesensi

Bacaan Lainnya

Banyak cerita dan sejarah banyak membicarakan tentang orang hebat. Penemu ahli dan teknokrat terbentuk dari sebuah keadaan yang terdesak baik secara pendidikan maupun secara keilmuan pengajaran. Dengan banyak fenomena akhir – akhir ini membuat kita harus lebih pandai meilih dan memilah, baik secara visual maupun materi. Banyak serapan informasi yang mengiring banyak persefsi tentang makna dari sebuah esensi dari pendidikan .
Seperti dalam sebuah kutipan buku 7 cara mengajar ala Rasulullah yang wajib diketahui oleh para pendidik.laman kisah hikmah.com (5/03/2018) Guru adalah salah satu penunjang utama dalam keberhasilan sebuah bangsa atau peradaban. Bagusnya kualitas guru merupakan jaminan keberhasilan. Sebab peserta didik akan terpengaruh dan mengikuti kebaikan yang diajarkan oleh gurunya. Pun sebaliknya. Tidaklah guru yang buruk menghasilkan sesuatu, kecuali bobroknya sebuah generasi yang menghancurkan sebuah bangsa atau peradaban. Bagai sebuah pelita yang mungkin terkadang tanpa jasa atau penghormatan untuk dijaman sekarang. Ini menjadi cambuk keras bagi kita sebagai guru untuk bisa mentransfer ilmu secara utuh dalam kontek spiritual dimana peran agama harus dikedepankan dengan item mengajar secara praktek. Setelah beberapa pekan lalu banyak betebaran informasi tentang bagaimana seorang guru ‘’habis’ di kuliti baik secara profesi maupun fisik. Tidak ada penghargaan yang semestinya kita berikan.
Guru kini bukan hanya sekedar profesi akademis saja. Melainkan gelar humanis yang di berikan oleh masyarakat untuk setiap kita yang berbagi keilmuan serta pengetahuan yang memberikan banyak makna berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Guru kini bukan saja di hadapkan oleh hal admistrasi kelas serta membuat pola pembelajaran yang berkualitas sehingga bisa diterima oleh anak didiknya di kelas. Terlebih di masa seperti sekarang ini guru di hadapkan dengan segala polemik pembelajaran daring di masa pandemi. Guru di tuntut untuk lebih bisa kreatif dalam mengemas pembelajaran. Diluar dari permasalahan yang ada di lapangan. Kendala teknis sampai pengadaan gawai yang tidak setiap anak didik punya. Belum lagi permasalahan dapur di rumah, yang menyangkut hak hidup guru itu sendiri untuk menghidupi dari gaji yang tidak seberapa utnuk mereka yang masih merangkak, guru honorer lain cerita dengan guru yang sudah menyandang sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi impian bagi semua orang di negeri ini. Dan itu pun tidak semujur bagi mereka guru yang berada di pedalaman. Yang kini menjadi bahan pembahasan di parlemen seperti di lansir dari Kontan.co.id, dengan rencana pemerintah menghentikan pengangkatan Calon Pegawai Sipi ( CPNS ) untuk anggaran dan formasi guru mulai 2021 menjadi pukulan telak bagi guru yang masih berstatus honorer. Alasan pemerintah Dari hasil evaluasi perekrutan CPNS formasi guru, salah satu yang jadi catatan penting adalah banyaknya guru berstatus PNS yang meminta mutasi setelah pengangkatan. Hal inilah yang menurut pemerintah, dianggap sebagai salah satu biang keladi masalah pemerataan pendidikan hingga kini belum juga terselesaikan. Di lihat dari masa tugas guru yang bertugas 4 sampai 5 tahun biasanya pindah lokasi tugas. Biasanya kembali ke asal dimana CPNS itu berdomisili saling silang mutasi mungkin ini yang menjadi permasalahan sistem distribusi kebutuhan guru di suatu daerah.
Dan memang yang terjadi sekarang kebutuhan guru terutama di pelosok bukan guru yang asli domisili di situ melainkan guru yang di tempatkan tugas oleh pemerintah berwenang, bukan orang pribumi asli domisili dimana guru itu mengajar. Ini tentu menjadi tantangan bagi pemangku kebijakan bagaimana mengupgrade skill SDM setempat untuk bisa siap pakai. Atau perlu skema ulang perihal penerimaan dan penyebaran distribusi guru tanpa ada kesan ‘’diskriminasi’’. Harusnya pemerintah bisa mengambil kebijakan yang lebih arif di masa pandemi seperti sekarang ini, isu ini mungkin sebagian profesi lain kurang begitu seksi untuk di simak tetapi lain bagi profesi guru terutama yang masih berstatus honorer ini bisa menjadi pemicu hilangnya gairah tentang bagaimana memberikan pelayanan pembelajaran yang maksimal sementara urusan dapurnya masih belum stabil. Di tengah pandemi semestinya pemerintah banyak memberikan suplemen yang positif, upgarding skil dan banyak dilibatkan peningkaan mutu baik secara profesi maupun secara ekonomi. Mengambil istilah yang populer . ‘’Guru tanpa pahlwan tanda jasa’’ pekerjaan yang tidak terlihat tetapi berdampak luar biasa untuk peradaban manusia di muka bumi. Semoga setiap kata dan angka yang di ajarakan senantiasa menjadi nilai pahala.

Pos terkait