koranbanten.com – Sebagai negara majemuk dan heterogen, membangun perdamaian di seluruh penjuru Tanah Air bukan hal mudah. Bahkan, perbedaaan antarindividu kerap memicu timbulnya konflik. Dalam hal ini, pendidikan di sekolah turut berperan mengedukasi siswa untuk dapat hidup harmonis di tengah perbedaan yang ada.
Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Hilmar Farid mengungkapkan, penduduk Indonesia sudah bercampur dari waktu ke waktu sehingga terjadi kemajemukan. Karena itu, dibutuhkan identitas yang kuat untuk menghadapi tantangan di masa sekarang.
“Sulit mengatakan kita ini masih menympan keaslian dalam budaya kita. Karena kenyataannya kita majemuk. Oleh karena itu bagaimana membungkus identitas itu begitu kuat,” ujarnya dalam diskusi ahli dan tukar pendapat ACDP di Kemdikbud, Jakarta, Rabu (22/6/2016).
Terkait hal tersebut, di dalam pendidikan modern, misi pendidikan selalu membekali siswa tidak hanya pengetahuan keterampilan, namun juga nilai-nilai, sikap, dan perilaku. Sedangkan nilai budaya damai sendiri dilandasi prinsip kebebasan, keadilan, demokrasi, toleransi, dan solidaritas.
“Pendidikan bukan mendidik anak pintar, namun juga menumbuhkan karakter. Pada dasarnya karakter keberagaman sudah ada di masing-masing anak tinggal ditumbuhkan,” tutur Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud, Totok Suprayitno.
Di sekolah, imbuh Totok, peran guru menjadi kunci. Sebab, guru tidak hanya mengajar ilmu pengetahuan semata. Gerak-gerik dan perilaku mereka juga akan menjadi teladan bagi para siswa.
“Para guru turut menumbuhkan nilai-nilai luhur budi pekerti. Bisa juga dengan mulai terbuka mendiskusikan hal-hal yang selama ini dianggap tabu. Tetapi tentu kasusnya disesuaikan dengan usia siswa. Caranya anak dimintai pendapat, dan tidak ada jawaban yang salah dari mereka. Yang penting, anak mampu mengungkapkan pemikiran mereka disertai dengan alasan,” tukasnya. @DF