Oleh : Dian Wahyudi
Komunitas Sinergi Banten
Lagu Inka Kristi mengalun lembut dari salah satu rumah tetangga, dilanjut lagu-lagu lain dengan beat cepat, sesekali malah lagu bergenre ajib..ajib…, mengalun pula lagu Berbeza Kasta dan Cinta yang sedang populer itu (hehe), selanjutnya lagu dengan nada sama dengan dominan suara keyboard lagunya cempreng senada dengan lagu iklan sosis terkenal itu (saya baru tahu ada lagunya), Alhamdulillah sesekali terselip sholawatan.
Sejatinya, lagu-lagu yang diputar tersebut sebenarnya terdengar biasa saja, karena memang hampir setiap hari pula, dipagi hari, saya terbiasa mendengar sayup-sayup dari rumah tetangga. Namun, karena beberapa hari ini saya sedang sakit gigi, lagu-lagu itu walhasil menjadi sangat sensitif sekali untuk gigi saya. Bahkan, saya menjadi sedikit perhatian dengan isi syair-syairnya, meresapi. Bukan meresapi maknanya, tapi nada dan syair-syairnya serasa meresap ke dalam gigi, serasa nyelip di sela-sela gigi-gigi, mengisi di gigi yang berlubang, nyut…nyut…nyut, nyanyautan.
Sakit gigi memang aduhai, ngapa-ngapain jadi gak enak, pengennya tiduran aja, kepala serasa dipantekan (dipukul-pukul), punduk (leher belakang) juga kadang ikut ngerengkeng (otot tegang). Jadi, jangan percaya dengan Bang Meggy Z (hampura bang haji), dalam lagunya, daripada sakit hati, lebih baik sakit gigi ini, hehe…
Sebenarnya sudah sunnah kehidupan, Manusia selalu dipergilirkan antara kebahagiaan dan kesedihan, mengalami pahit dan manisnya hidup, bergembira saat mendapatkan yang disukai atau yang diinginkannya, mendapat rezeki, naik jabatan, dan pada waktu yang sama ada yang bersedih karena kekurangan harta, ditimpa musibah, atau tadi, sedang mengalami sakit gigi, atau sakit secara umum.
Jadi bukan masalah apakah salah tetangga atau bukan, karena bisa jadi, tetangga kita juga belum tentu tahu kita sedang sakit gigi. Namun, disinilah kita memahami, bagaimana seni menikmati hidup, cara membahagiakan diri dan orang lain. Karena, sakit tidak selamanya berarti musibah. Sakit bisa menjadi sebuah nikmat yang bisa kita ambil hikmahnya.
Dalam buku The Power of Husnudzon, Ipnu R Noegroho menjelaskan sejumlah hikmah yang bisa diambil dari sakit, diantaranya : Pertama, sakit bisa menjadi penghapus dosa bagi kita. Seperti sabda Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Muslim, “Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya.”
Kedua, sakit bisa menjadi sumber kebaikan bagi seseorang jika dia bersabar. Hal tersebut sejalan dengan sebuah hadist di mana Rasulullah Saw bersabda : “Sungguh semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika ia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya.” (HR Muslim).
Ketiga, sakit bisa membuat kita kembali mengingat Allah. Sebagaimana yang diketahui, kadang kita hanya ingat Allah di kala kesusahan dan diberi cobaan. Sementara saat diberikan kebahagiaan, kita mendadak lupa dengan Rabb semesta alam. Allah SWT telah berfirman : “Dan sesungguhnya kami telah mengutus (para Rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (QS al-An’am: 42).
Keempat, sakit bisa membuat kita lebih optimis untuk bertahan hidup. Salah satu moral yang harus dimiliki oleh seorang mukmin ialah tidak boleh menyerah dengan sakitnya. Dia harus berusaha untuk sembuh dari penyakitnya, harus optimis sampai Allah mengatakannya untuk berhenti.
Dengan demikian, sakit mengajarkan kita untuk melihat sesuatu dari sisi baiknya. Mengajak kita untuk selalu bisa berprasangka baik, atas segala hal yang terjadi di dalam hidup kita.
Apalagi saat ini, di saat kita menghadapi pandemi covid-19, kita harus bersabar, dengan tetap menerapkan berbagai protokol kesehatan, seperti selalu menggunakan masker selama berada di area publik, menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir atau handsanitizer. Hindari menyentuh area wajah seperti mata, hidung dan mulut. Tetap memperhatikan jaga jarak atau physical distancing minimal 1 meter dengan orang lain serta menjauhi kerumunan. Dan senantiasa beryukur, kita masih diberikan kesehatan, tentunya dengan terus patuh, mengikuti aturan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) pemerintah sebagai ikhtiar mencegah penularan.
Menurut Imam Ghazali, syukur itu mengandung dua makna. Pertama, syukur berarti menyadari secara sungguh-sungguh besarnya nikmat Allah. Kesadaran ini, akan menghindarkan manusia dari sikap sombong. Kedua, syukur berarti mempergunakan semua nikmat Allah sesuai dengan maksud yang Dia inginkan. Dengan begitu, nikmat tidak saja akan bertambah, seperti dijanjikan Allah SWT dalam Alquran, tetapi juga akan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia.
Saat manusia bersabar, maka Allah akan memberikan banyak hal. Pertama, keberkahan dan ampunan dari Allah. Kedua, kasih sayang dari Allah, seperti kemudahan dalam hidup dan kemudahan dalam ibadah. Orang-orang yang bersabar juga akan mendapat keuntungan besar. Semua rekayasa dan tipu daya dari orang-orang yang ingin mencelakakan, tidak akan bermanfaat.
Berubah atau perubahan memang kadang membuat kita tidak nyaman. Namun bagaimanapun kita harus menginsyapi, bahwa satu-satunya hal yang pasti terjadi dalam kehidupan adalah perubahan. Perubahan akan selalu terjadi, apakah kita siap menghadapi dan menerimanya atau tidak. Perubahan bisa saja membuat kehidupan kita menjadi lebih baik, namun bisa pula sebaiknya. Itulah mengapa, kita harus selalu bersiap karena perubahan bisa terjadi kapan saja. Kita tak bisa melawannya dengan menghindarinya, kita hanya bisa beradaptasi.
Ada benarnya juga apa yang dikatakan Robin Sharma, berubah memang berat pada awalnya, kacau di tengah-tengahnya, dan sangat indah pada akhirnya.