Merebaknya isu-isu pembubaran ormas Islam, dan panasnya Pilkada DKI Jakarta 2017 terkait kampanye penistaan agama dan aksi damai, membuat masyarakat justru bertambah gundah beberapa waktu lalu. Untuk itu, sekolah-sekolah diharapkan mampu kembali menanamkan nilai kebhinekaan dalam setiap mata pelajaran.
Pakar pendidikan, Arief Rachman, mengatakan, semua mata pelajaran di sekolah, terutama pelajaran ilmu sosial, harus memahami kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungan. “Kalau dikenalkan saja bahwa ada ormas agama ya tidak apa-apa. Kanbukan berarti mengajak untuk masuk ke dalam ormas itu. Hanya memperkenalkan saja,” jelas dia.
Sejauh ini, Arif melihat mata pelajaran di sekolah-sekolah, khususnya tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), tidak ada yang radikal. Kemungkinannya sama sekali tidak ada, apabila guru tidak mengajarkan kebhinekaan.
“Karena kebhinekaan itu saja ada di dalam kurikulum. Coba beritahu saya di mata pelajaran apa yang tidak ada mengajarkan kebhinekaannya? Ada semua, apalagi ilmu sosial,” kata Arif, Selasa (23/5).
Menurut dia, kekhawatiran tentang radikalisme atau terorisme yang terselip dalam pelajaran anak-anak SMA, merupakan hal yang terlalu dibesar-besarkan. Bagi Arif, tidak pernah ada temuan pelajaran yang terlalu radikal pada satu agama tertentu. Semua berjalan normal dalam pandangannya.
“Kalau di pelajaran anak diberitahukan tentang adanya ormas agama, ormas nasionalis, ormas sosial, ya mereka harus tahu ada PDIP, PPP, PKP, mereka harus tahu. Terutama anak SMA. Kalau tidak diberitahu nanti keliru,” jelas Arif.
Anggapan tentang institusi pendidikan setingkat SMA yang dikelola negara menjadi ajang kontestasi dan lahan basah bagi kelompok radikal untuk menginfiltrasi pandangannya, dianggap Arif merupakan anggapan yang salah.
Sebab, mata pelajaran ilmu sosial khususnya, harus menceritakan tentang fenomena yang ada di Indonesia. “Umpamanya, kemerdekaan Indonesia itu dulu diusung oleh partai-partai agama dan partai-partai nasionalis. Semua kekuatan masyarakat itu, haris diperkenalkan kepada semua anak-anak,” ujarnya.
Kalaupun SMA sering mengadakan kampanye tentang larangan narkoba dan seks bebas, bukan berarti murid tidak diajarkan tentang persatuan Indonesia. Menurut Arif, murid sudah akan memahami sendiri arti nasionalisme dari pelajaran yang diberikan oleh buku-buku dan guru-guru di sekolah. @OPIK