KORANBANTEN.COM – LSM Konsumen Cerdas Hukum yang selama ini mengawal kasus para korban investasi bodong sangat prihatin dan sedih mendengar berita dugaan oknum “Polda Metro Sarang Mafia Hukum.”
Karena para korban melapor ke Polda Metro Jaya untuk memperoleh keadilan dan kepastian hukum, alih- alih justru yang didapatkan adalah dugaan pemerasan dan jual beli kasus oleh oknum Polda Metro Jaya.
Ketua LSM Konsumen Cerdas Hukum Maria mengatakan Kapolri dan bahkan Presiden seharusnya mengantensi ini dan segera menindaklanjuti dari bukti dan tuduhan yang ada. Dengan diamnya Kapolda dan Kapolri justru secara eksplisit mengamini dan menganggap biasa praktik jual beli perkara di Polda Metro Jaya.
“Jika dibiarkan Bapak Jokowi, mau bawa kemana arah negara Indonesia ini, kita pada titik kritis kepastian hukum. Investor asing aja ogah masuk Indonesia karena tidak adanya kepastian hukum, jika Jokowi bilang “Indonesia Maju” mau maju kemana Indonesia ke kejayaan atau ke jurang kehancuran?” ucap Maria selaku Ketua LSM Konsumen Cerdas Hukum menyampaikan kekawatiran akan kondisi penegakan hukum di Indonesia.
Di tempat yang berbeda, Asst.Prof DR Dwi Seno Wijanarko, SH, MH, menyuarakan opininya bahwa ini tuduhan serius dan harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah, khususnya Kapolri. Saya rasa motto Kapolri “Presisi Berkeadilan” sudah bagus dan benar, hanya saja pelaksaan dilapangan yang tidak berjalan efektif.
“Apabila benar ada dugaan pemerasan dan gratifikasi maka oknum Polisi teekait hendaknya dicopot dan dikenai sanksi sesuai aturan internal Polri yang berlaku. Mengenai Laporan Polisi yang sudah ada “Restorative Justice” sudah jelas diatur dalam Perkap No 6 tahun 2019, dalam pasal 12 berisi syarat formiil dan materiil, seperti telah terjadi perdamaian, sudah ada ganti rugi, tidak akan menuntut, bila itu sudah terpenuhi maka tidak ada alasan bagi Penyidik POLRI untuk melanjutkan perkara,” katanya.
”Justru apabila tidak dilakukan timbullah permasalahan seperti laporan balik dari pihak yang sudah melakukan ganti rugi namun kewajiban pelapor tidak terpenuhi. Hendaknya dalam menangani perkara, Penyidik mengikuti asas “Ultimum Remedium” bahwa pidana adalah jalan terakhir apabila jalan musyawarah tidak bisa terpenuhi. Gunakan unsir budaya ketimuran dimana, kita mengutamakan musyawarah untuk mufakat mencari win- win solusi,” lanjutnya.
“Memenjarakan seseorang tidak memperbaiki masalah, selain pemerintah keluar biaya APBN untuk proses hukum dan biaya di Lapas. Si pelaku pun di dalam penjara bisa terpengaruh belajar dari penjahat dan hilangnya nilai ekonomis selama pelaku di penjara,” paparnya.
“Oknum Polri inilah penyebab hancurnya citra Korps Bahayangkara. Kapolri sebagai pimpinan Polri harus berani tegas. Apabila Pernyataan “Polda Sarang Mafia tidak benar disanggah dan periksa oknum- oknum terkait. Jika benar maka segera tindak oknum Polri dan perbaiki agar tidak berlarut,” tegas Dosen Universitas Bhayangkara dan STIH Painan ini yang dulunya mantan pimpinan Kejaksaan RI.
Sebelumnya Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm Sugi menyampaikan adanya oknum-oknum yang menyebabkan Polda menjadi Sarang Mafia Hukum. Pertama adanya oknum Fismondev meminta uang sejumlah 500 juta rupiah dengan dalih untuk diberikan ke Dirkrimsus Polda Metro Jaya untuk memuluskan SP3 Laporan Polisi para korban yang sudah ada Restorative Justice.
Lalu adanya pula oknum Itwasda Polda Metro Jaya, yang diduga menerima gratifikasi untuk mempengaruhi hasil gelar perkara, LP yang sudah ada “Restorative Justice” sehingga timbul kekeruhan dan merugikan para korban investasi bodong yang jumlahnya ratusan di LQ Indinesia Lawfirm.
“Kami ada bukti screen shoot wa, ada pula bukti rekaman untuk mengkarifikasi dugaan kami atas oknum Mafia Hukum di Polda Metro Jaya. Jika Kapolri dan Kapolda ingin mendengarkan rekaman bisa hubungi kami di 0818-0489-0999 supaya jangan dianggap fitnah. Tujuan kami sebagai Kuasa hukum dan advokat adalah agar keadilan ditegakkan Polri bukan malah merugikan masyarakat khususnya korban investasi bodong,” jelasnya.
Sumber: LQ Indonesia Lawfirm