Wabah Penyakit Menular Terjadi Setiap 100 Tahun

OLEH: JAYA SUPRANA

PASTINYA, penerima Anugrah Nobel, Albert Camus yang wafat pada tahun 1960 tidak menduga bahwa sebuah mahakaryanya berupa novel eksistensialis horror berjudul La Peste tentang kematian akibat epidemik menjadi kenyataan pada tahun 2020.

Bacaan Lainnya

La Peste merupakan ulasan makna kehidupan umat manusia ketika menghadapi wabah penyakit menular yang ganas membinasakan manusia secara massal.

Wabah Sampar
Pada tahun 1720, wabah sampar melanda kota Marseille, Prancis menewaskan lebih dari seratus ribu para warga di dalam kota pelabuhan di Prancis Selatan tersebut dan sekitarnya.

Dampak sosio-ekonomi cukup signifikan terutama terhadap kolonialisme yang sedang gencar dilakukan ke Afrika, Amerika Latin dan Hindia Barat yang kini disebut sebagai Indonesia.

Baru 25 tahun kemudian, jumlah penduduk Marseille pulih kembali seperti sebelum 1720.

Wabah Kolera
Wabah Kolera pada tahun 1820 berasal dari India kemudian menyebar ke kampir ke seluruh negara Asia termasuk Indonesia.

Ratusan ribu orang tewas akibat wabah Kolera termasuk banyak tentara Inggris sehingga menarik perhatian masyarakat Eropa. Tercatat lebih dari 100.000 mortalitas di Asia akibat wabah Kolera.

Beberapa pihak memperkirakan di Bangkok, Thailand, kemungkinan terjadi 30.000 kematian akibat Wabah Kolera . Sementara itu di kota Semarang, diperkirakan 1.225 orang meninggal dunia.

Wabah Flu
Spanyol Wabah Flu menelan telah banyak korban jiwa ketimbang Perang Dunia I yang telah usai dua tahun sebelum 1920.

Penyebab wabah Flu yang kerap disebut sebagai Flu Spanyol adalah virus flu H1N1 yang telah mengalami mutasi genetikal sehingga jauh lebih berbahaya ketimbang virus flu biasa.

Flu Spanyol menginfeksi lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia, termasuk orang-orang di pulau-pulau Pasifik yang terpencil hingga sampai di Kutub Utara.

Wabah Flu merupakan wabah yang paling mematikan dalam sejarah peradaban umat manusia.

Beberapa analisis telah menengarai virus flu H1N1 sangat mematikan karena memicu angkara murka sitokin yang merusak sistem kekebalan tubuh.

Ditambah kondisi malnutrisi serta rumah sakit yang penuh sesak serta kebersihan yang buruk menggairahkan bakteri ini semakin cepat menyebar.

Wabah Corona
Tidak perlu dijelaskan mengenai Wabah Corona sebab umat manusia di segenap pelosok planet Bumi termasuk Indonesia kini sedang merasakan betapa dahsyat dampak wabah penyakit menular terhadap masyarakat dunia termasuk di negara-negara yang dianggap dan menganggap dirinya sebagai paling adidaya bahkan adikuasa di marcapada abad XXI.

Wabah Corona diduga berawal dari Wuhan di daratan Republik Rakyat China sementara Amerika Serikat yang semula merasa kebal Wabah Corona terbukti kemudian kewalahan juga.

Dalam memangsa manusia, virus Corona tidak pandang bulu dan tidak kenal kelas sosial. Mulai dari rakyat jelata termasuk diri saya sendiri sebagai penulis naskah ini sampai para mahakayarawan, para menteri dan para kepala negara yang paling berkuasa pun potensial terjangkit wabah Corona.

Ojo dumeh
Adalah Mahaguru Patriotisme saya, Haryono Kartohadiprojo yang menyadarkan saya bahwa keempat wabah mengerikan itu merajalela dalam siklus 100 tahun yaitu 1720, 1820, 1920 dan 2020.

Berbagai pihak kreatif memunculkan beraneka ragam tafsir, teori, kesimpulan, hipotesis, vonis bahkan fitnah dan hoaks.

Sebagai seorang insan awam jelata yang sedang berupaya mempelajari makna kemanusiaan di kehidupan umat manusia, saya pribadi merasakan makna spiritual di balik tirai mengerikan wabah penyakit menular.

Wabah Corona menyadarkan diri saya sendiri bahwa pada hakikatnya diri saya hanya sesosok makhluk hidup yang lemah daya, lemah jiwa dan lemah raga jauh dari kesempurnaan.

Maka sama sekali tidak ada alasan bagi diri saya untuk merasa takabur sehingga bersikap dumeh atau sombong.

Demikian pula, mereka yang sedang bertakhta di singgasana kekuasaan, Insya Allah tersadarkan oleh wabah Corona bahwa sebenarnya kekuasaan mereka diperoleh dari rakyat maka jangan mengkhianati kepentingan rakyat terutama rakyat yang papa dan miskin. Di atas langit masih ada langit.

Maka setiap 100 tahun Allah Yang Maha Kuasa menyadarkan umat manusia agar senantiasa menjaga diri masing-masing untuk tetap bersikap dan berperilaku ojo dumeh, jangan jumawa, jangan sombong, jangan angkuh, jangan takabur merasa diri sendiri paling benar apalagi paling berkuasa.

Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.

Pos terkait