Asesmen Nasional Sebagai Refleksi Bagi Sekolah dan Dinas Pendidikan Dalam Pembelajaran dan Kepemimpinan Sekolah

Oleh : Dudi Wahyudi, S.Pd., M.Pd.
Guru Matematika SMAN 1 Cikulur Lebak-Banten
Sekjen Matematika Nusantara

Asesmen Nasional (AN)

Bacaan Lainnya

Kalimat Asesmen Nasional masih segar diingatan semua civitas di sekolah dari jenjang dasar sampai menengah, sebagai kata sakti yang “menghipnotis” dan akan segera diingat sepanjang masa. Banyak sekali info publik yang mengenalkan Kalimat sakti tersebut dari mulai dokumen, video, webinar, diklat daring bahkan grup khusus membahas terkait Asesmen Nasional. Tetapi ternyata masih banyak orangtua, kepala sekolah, guru dan peserta didik ternyata memiliki pemahaman berbeda terkait kata sakti tersebut. Mari kita lihat perjalan awal munculnya kalimat sakti Asesmen Nasional tersebut.

Apa yang menjadi dasar kemdikbud terkait pengendalian mutu? ya, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XVI pasal 57 sampai dengan 59 tentang evaluasi menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. “Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan” (UU Sisdiknas, Pasal 58 ayat 2). Selanjutnya PP 19/2005 Pasal 63 ayat 1 menyatakan “Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a). Penilaian hasil belajar oleh pendidik; b). Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; c). Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional (Pasal 66, ayat 1).

Sebelum Tahun 2020, penilaian akhir yang dilakukan oleh pemerintah adalah Ujian Nasional. Pada bulan Maret 2020, Mendikbud mengeluarkan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran corona virus disease (Covid-19) yang intinya membekukan ujian nasional tersebut. Setelah itu munculah info terkait pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang digadang-gadang “pengganti ujian nasional”. Tepatnya sekitar bulan Oktober, Kemdikbud mulai mengenalkan konsep baru terkait Asesmen Nasional (AN) dalam bentuk info publik berupa dokumen sosialisasi yang memuat Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar.

Asesmen Nasional (AN) dirancang untuk memantau dan mengevaluasi sistem pendidikan jenjang dasar dan jenjang menengah. Prestasi murid dievaluasi oleh pendidik dan satuan pendidikan. AN terdiri dari AKM Literasi-Numerasi, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Informasi dari ketiganya diharap dapat mendorong perbaikan mutu pembelajaran. AN yang akan dimulai tahun 2021 ini diselenggarakan per jenjang secara bertahap dan hasilnya dilaporkan sebagai input untuk evaluasi diri dan perencanaan satuan pendidikan dan pemda.  Pelaksanaan per jenjang secara bertahap memungkinkan satuan pendidikan untuk berbagi sumber daya. Sekolah atau madrasah yang infrastruktur TIK-nya belum memadai dapat mengikuti AN di satuan pendidikan lain (termasuk di jenjang yang berbeda). Jadi perlu diingat bahwa Asemen Nasional bukan pengganti Ujian Nasional.

Asesmen nasional dilakukan untuk mengevaluasi kinerja satuan pendidikan dan sekaligus menghasilkan informasi untuk perbaikan kualitas belajar-mengajar, yang kemudian diharapkan berdampak pada karakter dan kompetensi siswa. Kemampuan guru dalam menyajikan pembelajaran dan penilaian Higher Order Thinking Skills (HOTS) didorong menjadi sebuah pembiasaan di kelas, suasana belajar yang mengedepankan pada tujuan mengembangkan potensi peserta didik secara utuh, mengembangkan sikap, nilai (values), dan perilaku yang mencirikan profil pelajar Pancasila. Asesmen Nasional mampu menunjukkan apa yang seharusnya menjadi tujuan utama sekolah, yakni pengembangan karakter dan kompetensi siswa. Hal ini diharap dapat mendorong sekolah dan dinas pendidikan untuk memfokuskan sumber daya pada perbaikan mutu pembelajaran dalam hal mengembangkan sekolah efektif yang memiliki ciri mulai dari pengajaran yang baik, sampai program dan kebijakan sekolah yang membentuk iklim akademik, sosial, dan keamanan yang kondusif.

Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

Pendidikan pada abad ke-21 harus dapat menjamin agar peserta didik memiliki keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan dan memanfaatkan teknologi dan media informasi, dapat bekerja dan bertahan dengan menggunakan kecakapan hidup (life skill). Kecakapan hidup itulah yang kemudian dikenal dengan konsep kecakapan abad ke-21. Sejumlah organisasi dan institusi telah berupaya merumuskan dan menjelaskan kompetensi dan kecakapan yang diperlukan dalam menghadapi kehidupan abad ke-21. US-based Partnership for 21st Century Skills (P21) mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 adalah “The 4Cs: communication, collaboration, critical thinking, and creativity”. Kecakapan abad ke-21 dikembangkan melalui: (1) kecakapan berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving skill), (2) kecakapan berkomunika- si (communication skills), (3) kecakapan kreativitas dan inovasi (creativity and innovation), dan (4) kecakapan kolaborasi (collaboration).
Salah satu prasyarat untuk mewujudkan kecakapan hidup abad ke-21 tersebut adalah kemampuan literasi peserta didik. National Institut for Literacy menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan literasi adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, masyarakat. World Economic Forum (2015) menetapkan enam literasi dasar, yaitu (a) literasi baca tulis, (b) literasi numerasi, (c) literasi sains, (d) literasi digital, (e) literasi finansial, dan (f) literasi budaya dan kewargaan. Dalam hal tersebut, pemerintah melalui Kemdikbud merancang suatu instrumen yang mampu menggambarkan kemampuan peserta didik dalam pergaulan kemampuan dunia yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) di tahun 2021 yang meliputi asesmen pada literasi membaca dan numerasi, yaitu asesmen pada kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi membaca) dan asesmen kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi). Literasi membaca bukan hanya sekadar kemampuan membaca secara harfiah tanpa mengetahui isi/makna dari bacaan tersebut, melainkan kemampuan memahami konsep bacaan. Sementara itu, numerasi bukan hanya sekadar kemampuan menghitung, melainkan kemampuan mengaplikasikan konsep hitungan di dalam suatu konteks, baik abstrak maupun nyata. AKM dapat menghasilkan peta kecakapan tentang literasi membaca dan numerasi peserta didik pada kelas 5, 8, dan 11 yang dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran di satuan pendidikan, maupun sebagai peta mutu dalam pengambilan kebijakan pemda maupun kemdikbud.

Penilaian dalam AKM mengacu pada tolok ukur yang termuat dalam Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Soal-soal AKM akan membuat peserta didik melahirkan daya analisis berdasarkan suatu informasi, bukan membuat peserta didik menghapal/mengingat- ingat materi. Pengembangan soal-soal AKM dilakukan melalui kegiatan: penyusunan desain, penyusunan dan analisis framework, penyusunan stimulus, penugasan penulisan soal, penulisan soal, penelaahan dan perbaikan soal, perakitan soal/bahan uji coba, validasi soal, uji coba soal, penskoran dan analisis soal, interpretasi hasil analisis,seleksi soal, penyusunan spesifikasi tes, pemilihan soal, pemaketan soal, proofreading, fiat, dan pemanfaatan tes/soal. Kegiatan penyusunan desain hingga seleksi soal merupakan kegiatan pengembangan soal, sedangkan kegiatan penyusunan spesifikasi tes hingga pemanfaatan tes merupakan kegiatan penyiapan bahan AKM.
AKM Literasi tidak mengukur pengetahuan tentang tata bahasa Indonesia, melainkan kemauan dan kemampuan siswa dalam memahami bacaan: mulai dari pemahaman dasar sampai evaluasi kritis. AKM numerasi mengukur pemahaman konseptual dan kemampuan siswa menerapkan matematika untuk problem solving. Daya nalar dan logika problem solving tersebut bisa dan perlu dikembangkan melalui berbagai mata pelajaran, dan salah besar jika hanya tertumpu pada pelajaran Bahasa dan matematika saja. Semua guru bertanggung jawab mengembangkan potensi dan kemampuan peserta didik dalam literasi dan numerasi sesuai dengan konteks mata pelajarannya.
Tentu saja garda depan yang harus disiapkan adalah pendidik/guru dalam hal meningkatkan kemampuan penyusunan penilaian sehari-hari, penilaian tengah semester, penilaian akhir tahun bahkan ujian sekolah yang benar-benar menjadi otoritas satuan pendidikan. Kemampuan guru dalam pembelajaran dan penilaian menjadi hal pokok dalam meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi. Guru jangan terjebak dalam historinya Ujian Nasional yang lebih banyak menekankan pada drill soal-soal sehingga lebih terkesan pada kemampuan menjawab soal saja. Sudah watunya guru memiliki kemerdekaan dalam pembelajaran dan penilaian yang lebih mengedepankan menanamkan daya baca dan nalar matematis yang mampu mereka aplikasikan dalam kehidupan nyata.
Latihan soal dalam jangka pendek, pada siswa tertentu saja (misalnya yang sekarang kelas 4, 7, dan 10) tidak akan membawa dampak signifikan. Pengembangan kompetensi bernalar perlu waktu lebih panjang. Literasi, numerasi, dan karakter harus dikembangkan sejak awal melalui aktivitas yang bermakna, bukan melalui drilling soal. Kegiatan ekstrakurikuler (latihan wirausaha, Pramuka, dll) juga berperan penting. Metode latihan soal juga tidak mengubah budaya dan praktik pembelajaran di sekolah.
Komponen AKM terdiri dari 3 hal yaitu konten, proses kognitif dan konteks. Ini seharusnya menjadi sebuah kisi-kisi pemahaman bagi guru dalam mengembangkan komptensi pembelajaran dan penilaian di kelas. Penilaian tidak berdasarkan kompetensi dasar (KD) sehingga guru harus benar-benar aplikatif dan mampu menkonstruksi penilaian yang mengedepankan tiga hal di atas. Tentunya akan sulit untuk memulai, hal yang bias dibiasakan dalam pengembangan soal AKM adalah dengan menyusun varian/bentuk soal yang mencerminkan kemampuan peserta didik diantaranya bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda komplek, menjodohkan, tipe benar-salah, isian singkat bahkan non objektif (essay).
Yang paling penting pula, guru harus memahami prosentase konteks, prosentase distribusi level kognitif (knowing, applying dan reasoning) dan prosentase berdasarkan konten, kemampuan ini seharusnya menjadi perhatian guru, kepala sekolah, pengawas dan dinas pendidikan tentunya. Upaya meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran dan penilaian yang mengedepankan kemampuan tersebut sebenarnya bisa diasah dalam kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP/KKG), tetapi dorongan itu sementara ini belum memperoleh dukungan besar baik secara kebijakan maupun pendanaan. MGMP sebaiknya segera dioptimalkan kembali sebagai wadah guru dalam mengembangkan kompetensinya.
Survei Karakter
Asesmen Nasional bertujuan tidak hanya memotret hasil belajar kognitif murid namun juga memotret hasil belajar sosial emosional. Asesmen nasional diharapkan dapat memotret sikap, nilai, keyakinan, serta perilaku yang dapat memprediksi tindakan dan kinerja murid di berbagai konteks yang relevan. Hal ini penting untuk menyampaikan pesan bahwa proses belajar-mengajar harus mengembangkan potensi murid secara utuh baik kognitif maupun non kognitif. Upaya untuk memperoleh potret karakter peserta didik melalui Survei Karakter.
Survei Karakter mengukur hasil belajar emosional yang mengacu pada Profil Pelajar Pancasila dimana pelajar Indonesia memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Profil pelajar Pancasila meliputi Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, Berkebhinekaan Global, Bergotong royong, Bernalar kritis, Mandiri, dan Kreatif.
Survei karakter adalah salah satu instrumen Asesmen Nasional untuk peserta didik. Konteks yang diamati adalah personal, social budaya dan scientific. Setiap peserta didik tentunya akan mendapati butir instrumen karakter yang secara keseharian mereka alami di level kelas, sekolah maupun masyarakat. Indikator karakter tentu saja mengacu pada enam profil pelajar Pancasila yang dikembangkan dari permendikbud 23 tahun 2015 tentang gerakan penumbuhan budi pekerti yang dikembangkan lagi melalui model penilaian karakter dari puspendik tahun 2019.
Apakah karakter diajarkan di kelas? Tentu saja tidak, tetapi dibiasakan. Guru dan tenaga kependidikan harus mampu merancang indikator karakter pelajar Pancasila yang disusun di kurikulum tingkat satuan pendidikan. Pemantauan dan intervensi karakter seyogyanya bisa dilakaukan di level kelas dan sekolah. Untuk level kelas, guru harus mampu membuat situasi kelas yang mampu menanamkan karakter pelajar Pancasila dan termuat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, sedangkan pada level sekolah, kepala sekolah harus mampu menyusun program pembiasaan dan kontrol karakter, begitupun masyarakat tempat tinggal peserta didik harus mampu memberikan warna karakter yang sesuai dengan pelajar Pancasila.
Kontek karakter itu, perilaku yang dilakukan berulang-ulang akan menjadi sebuah karakter. Perilaku baik tentu saja akan mencetak karakter baik, perilaku tidak baik akan mencetak karakter tidak baik. Gerakan pembiasaan dan control karakter menjadi hal penting tidak hanya proses kognitik saja. Mencetak peserta didik yang berkarakter lebih penting dibandingkan peserta didik yang hanya pintar saja.
Survei Lingkungan Belajar
Salah satu instrumen asesmen nasional adalah survei lingkungan belajar. Survei ini akan diberikan untuk peserta didik, guru dan kepala sekolah. Tentu saja walaupun diberikan untuk ketiga komponen tersebut, butir instrumen survei akan disesuaikan dengan karakter respondennya. Insetrumen untuk peserta didik tidak akan sama dengan guru atau kepala sekolah.
Survei lingkungan belajar lebih pada pengumpulan informasi terkait iklim keamanan sekolah, iklim kebhinekaan sekolah, indeks sosial ekonomi, kualitas pembelajaran dan pengembangan guru. Sektor yang paling penting sebenarnya adalah pimpinan satuan pendidikan atau Kepala Sekolah. Program sekolah harus mampu mengembangkan komponen lingkungan belajar yang baik. Misal, keamanan dan well being siswa benar-benar harus nampak, praktik multikultural di kelas, mengetahui profesi orang tua, fasiilitas belajar di rumah, manajemen kelas, fefeksi dan perbaikan pembelajaran serta dukungan untuk refleksi guru.
Kesimpulan
Beberapa poin penting yang bisa kita pahami terkait Asesmen Nasional yaitu
Elemen kebijakan Asesmen Nasional
AN dilaksanakan di semua sekolah/madrasah dan program pendidikan kesetaraan.
AN dilaksanakan setiap tahun dan dilaporkan pada setiap sekolah/madrasah dan pemda.
AN 2021 digunakan sebagai baseline, tanpa konsekuensi pada guru, sekolah, dan pemda.
Evaluasi kinerja tidak hanya berdasarkan skor rerata tapi juga perubahan skor atau trend dari satu tahun ke tahun berikutnya.
AN hanya diikuti sebagian (sampel) murid yang dipilih secara acak dari kelas 5, 8, dan 11 di setiap sekolah/madrasah.

Hasil dan/atau dampak yang diharapkan
Pemetaan dan potret mutu SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/K/MA di semua daerah
Kinerja sistem terpantau secara berkala, dan hasil AN digunakan untuk evaluasi diri
Mengurangi kecemasan pemangku kepentingan dan menghilangkan tekanan untuk curang.
Evaluasi kinerja diyakini lebih adil karena memperhitungkan posisi awal yang beragam, dan mendorong orientasi pada perbaikan, bukan pada perbandingan antar sekolah/daerah.
Menegaskan bahwa AN bukan evaluasi individu murid, dan tidak menambah beban murid kelas 6, 9 dan 12.

Instrumen Mutu Asesmen Nasional
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang terdiri dari Literasi dan Numerasi
Survei Karakter
Survei Lingkungan Belajar
     
Ciri Utama Tipe Soal Asesmen Nasional
Format soal
Pilihan Ganda, Pilihan Ganda kompleks, Menjodohkan, Isian singkat, dan Uraian
Komposisi
Pengetahuan 20%, aplikasi 50%, penalaran 30%
Konteks
Semua soal diberikan konteks (personal, sosial budaya, sains)
Teks untuk Stimulus Soal
Panjang bergradasi sesuai kelas. Di kelas 11 panjang teks sampai 700 kata. Teks disertai ilustrasi dan infografis, terdapat soal-soal yang memerlukan pemahaman multiteks
Format Jawaban
Disediakan soal dengan jawaban terbuka

Kepesertaan
Peserta didik
SD/MI/SDLB sederajat Kelas 5 (maksimal 30 siswa)
SMP/MTs/SMPLB sederajat Kelas 8 (maksimal 45 siswa)
SMA/MA/SMALB sederajat Kelas 11 (maksimal 45 siswa)
SMK/MAK Kelas 11 (maksimal 45 siswa)
Semua peserta ditambah cadangan sebanyak 5 peserta
Kepala Sekolah dan Guru
Kepala satuan pendidikan dan semua pendidik yang terdaftar di Dapodik/EMIS dan mengajar di satuan pendidikan tersebut menjadi peserta dalam Survei Lingkungan Belajar.
Pendidik yang mengajar di lebih dari satu satuan Pendidikan mengisi Survei Lingkungan Belajar di setiap satuan pendidikan yang diajar. 
Kepala sekolah yang memimpin lebih dari satu satuan pendidikan mengisi Survei Lingkungan Belajar di setiap satuan pendidikan yang dipimpin.

Moda Pelaksanaan
Berbasis Komputer
Berbagi sarana parasarana/resource sharing dalam pelaksanaan AN
Daring penuh atau disebut Ujian Berbasis Komputer Daring (UBKD)
Personil terlibat langsung yaitu Proktor, Teknisi dan Pengawas (silang)

Mekanisme Pelaksanaan dan Pengawasan
Panitia daerah mengkoordinir tempat pelaksanaan AN terutama yang menumpang
Dalam satu hari dapat dilaksanakan 3 sesi (masing-masing sesi maksimal 2 jam)
Pelaksanaan pada peserta didik diawasi seperti dalam keadaan ujian
Pengawas asesmen bukan dari asal sekolah pelaksana (pengawas silang bisa dari jenjang yang  sama atau lintas jenjang)
Pengawasan diatur oleh dinas pendidikan sesuai kewenangan.
Seluruh satuan pendidikan dapat menjadi tempat penyelenggaraan asesmen nasional  tanpa mempertimbangkanstatus akreditasi.
Pelaksanaan survei lingkungan belajar pada kepala sekolah dan guru dilakukan mandiri tanpa pengawasan – baik saat jam pelaksanaan AN atau di luar jam pelaksanaan – sesuai kurun waktu empat hari pelaksanaan AN

Pergantian Peserta Sampel, Susulan dan Penjadwalan Ulang
Peserta cadangan dapat menggantikan peserta utama apabila peserta utama berhalangan hadir dengan alasan yang sudah diketahui sebelum hari pelaksanaan.
Peserta cadangan mengikuti asesmen secara penuh, mulai dari awal. Tidak dapat menggantikan pada sebagian asesmen.
Tidak ada asesmen susulan bagi peserta yang berhalangan hadir baik di seluruh sesi maupun sebagian sesi
Bila asesmen nasional di satuan pendidikan tidak dapat dilaksanakan karena adanya keadaan diluar kendali seperti listrik padam, bencana alam, dapat dilakukan penjadwalan ulang.

Alokasi Waktu
SD/MI/SDLB sederajat
Hari pertama:  sesi pertama tes literasi 75 menit dan sesi kedua survey karakter 20 menit
Hari kedua : sesi pertama tes numerasi 75 menit dan sesi kedua survey lingkungan belajar 20 menit
SMP/MTs SMA/MA SMK
Hari pertama:  sesi pertama tes literasi 90 menit dan sesi kedua survey karakter 30 menit
Hari kedua : sesi pertama tes numerasi 90 menit dan sesi kedua survey lingkungan belajar 30 menit

Mengajar Sesuai Tingkat Kompetensi (Teaching at The Right Level)
Level Perlu Intervensi Khusus
Level Dasar/Minimal
Level Cakap/Baik
Level Mahir

“Peserta didik, guru, sekolah dan orangtua tidak perlu melakukan persiapan khusus menghadapi AN. Tidak perlu panik dan emosional dalam menyikapinya, yang perlu dilakukan adalah merefleksikan dan memperbaiki mutu pembelajaran”

Sumber:
Pusmenjar kemdikbud RI

Pos terkait