Burung Gulali

Oleh : Dian Wahyudi
Komunitas Sinergi Banten

Permen, siapa yang tidak suka dengan camilan manis satu ini, cocok untuk menemani di tengah padatnya aktivitas sehari-hari. Generasi millenial mungkin lebih mengenal ragam jenis permen modern produksi pabrik yang beredar di pasaran. Padahal Indonesia memiliki beragam jenis permen tradisional dengan cita rasa khasnya. Mulai permen Teng-teng jahe, Rambut nenek hingga Gulali. Namun beberapa jenis permen tradisional tersebut sekarang sudah mulai jarang ditemui. Salah satunya Permen Gulali.

Bacaan Lainnya

Beberapa waktu yang lalu, saat saya menghadiri pernikahan adik seorang kawan, mungkin karena kecapean setelah sebelumnya menghadiri acara yang sama, anak bungsu saya agak rewel, saya coba ajak ke pinggir jalan raya, melihat lalu lalang kendaraan untuk mengalihkan perhatiannya. Eh ternyata… dipinggir jalan, dengan memanfaatkan keramaian hajatan, terdapat penjual permen gulali.

Waas…sudah cukup lama saya tidak menjumpai pedagang permen gulali, panganan manis saat masa kecil dulu. Si mamang penjual entah sudah generasi keberapa jualan permen gulali ini. Jadi pengen berebut saling cepat untuk dibuatkan bentuk yang kita sukai, ngagimbrung berdesakan.

Diketahui, Gulali terbuat dari adonan gula kental panas. Cara membuatnya, hanya dibentuk dengan tangan dan gunting. Disajikan dengan berbagai macam bentuk, ada bunga, atau burung serta warna yang sangat khas dan sangat menarik, ada hijau, merah serta warna mencolok lainnya. Bila dilihat kasat mata, proses pembuatannya terlihat cukup mudah, namun ternyata dibutuhkan keterampilan lebih untuk dapat membentuk adonan gula menjadi beragam bentuk pilihan.

Teknik lain membuat gulali, selain gula yang sudah diolah dibutuhkan keahlian tangan untuk membentuk, setelah gulali di uleni dengan tangan kemudian gulali dimasukan dalam cetakan yang terbuat dari batu. Kemudian gulali dipompa secara manual. Hingga akhirnya membentuk karakter yang diingkan, lalu di beri lubang sedikit untuk menancapkan tusuk bambu buat pegangan tangan.

Cukup dengan uang Rp 2.000 kita sudah dapat menikmatinya. Saat ini penjual gulali mulai sulit ditemui, namun ternyata masih ada beberapa penjual gulali yang masih bertahan untuk tetap menjual permen tradisional ini.

Menurut si mamang, sebelum adanya pandemi covid-19, beliau jualan di sekolah TK dan SD. Semenjak sekolah tutup, ya keliling desa seperti sekarang, ujarnya. Walupun banyak pesaing berbagai bentuk dan jenis permen di toko modern. Ternyata gulali buatannya masih memiliki daya tarik sendiri.

Yang menarik, dengan keahlian si mamang pedagang gulali, semisal bentuk burung dibuat agar ujung ekornya dapat ditiup seperti peluit, berbunyi melengking, setelah bosan baru setelahnya “burungnya” dimakan, maniis.

Usaha saya membeli dua permen gulali burung dengan peluit gagal membuat berhenti rewelnya, anak saya lebih tertarik penjual mobilan yang juga tidak jauh dari situ. Setelah memilih agak lama, dia menunjuk mobilan sedan polisi untuk dibeli. Saya hanya tertawa, ngehkreh… anak zaman now… akhirnya dua burung, saya mamam semuanya….

Nostalgia kadang hanya milik kaum toea ternyata, kaum muda lebih simpel dan progresif, seolah pesan kuat bahwa dunia sudah berubah, padahal tergantung pensikapan, tinggal bagaimana kita merespon, dan tetap mengarahkan kearah positif. Tidak ada yang salah dan tidak ada salahnya jika saling memahami, maklum, kecuali dalam hal prinsip, tidak ada hal yang tidak bisa diselesaikan, dengan berlapang dada semoga ada solusi. Bahkan sekalipun berujung pahit. Ahh.. permen gulali, biasanya manis sekarang agak pahit… haha

Namun demikian, Permen Gulali ternyata populer pula di beberapa negara, semisal Jepang merupakan salah satu negara yang punya gulali jadul dengan bentuk bermacam-macam. Bahkan pembuatannya punya sebutan tersendiri yaitu amezaiku. Seni makanan tradisional itu ternyata sudah dikenal semenjak kira-kira seribu tahun lalu. Cara membuat gulali jadul ini adalah dengan memanaskan gula, lalu ditancapkan ke sebuah tusuk. Barulah dibentuk menjadi beragam motif seperti hewan, manusia, dan lainnya. Alat yang digunakan biasanya tangan kosong maupun gunting kecil.

Seperti dikutip travelingyukcom, Teman Traveler yang sedang liburan ke Jepang, dapat mencoba permen klasik tersebut di Toko Asakusa Amezaiku Ameshin Tokyo. Tempat tersebut dapat ditempuh dengan jalan kaki selama sekitar 10 menit dari Stasiun Tokyo Skytree. Harga satu permen berkisar dari Rp80 ribuan sampai Rp400 ribuan.

Sedangkan ugar candy blowing merupakan teknik pembuatan gulali jadul di Tiongkok. Dinamakan seperti itu karena gula panas dibentuk dengan cara ditiup layaknya balon. Permen klasik ini punya bentuk seperti hewan-hewan dalam zodiak Tiongkok, seperti naga dan ayam. Terkadang supaya lebih menarik, adonan gula ditambah warna kuning atau hijau. Satu buah gulali jadul dijual dengan harga sekitar Rp4 ribuan sampai Rp20 ribuan, tergantung kerumitan dan ukuran. Penganan tersebut dapat ditemukan di pusat street food di Beijing. Buat Teman Traveler yang ingin belajar membuatnya bisa ikutan kelas di China Culture Center. Tempat itu berlokasi di The Victoria Gardens D4, Chaoyang Park West Road. Biaya kursusnya kurang lebih Rp500 ribuan untuk 2 jam.

Melansir liputan6com, seorang penjaga toko di Cheng Chau Hong Kong, Louis To sedang meremas gula cair dengan menggunakan sepasang gunting, pipa kecil dan alat logam lainnya. Ia membuat gula cair menjadi bentuk naga. Tempatnya berjualan termasuk tempat wisata paling terkenal di Hong Kong yaitu Victoria Harbour. Wisatawan yang datang ke tokonya selalu menyebutkan ‘The Candyman’ dan tokonya menjadi tempat rekomendasi untuk berburu permen unik jika sedang mampir ke pulau kecil itu.

Ada berbagai bentuk permen di tokonya. Dari mulai tumbuhan, berbagai jenis bunga, hewan, hingga tokoh legendaris. Bakatnya dalam membuat bentuk ini berawal dari masa revolusi kebudayaan Cina, To sering membuat mainan sendiri. Sejak itulah, seni tradisional yang sudah berabad-abad ini mulai dikembangkan, termasuk seni dalam membuat bentuk.

Di Korea Selatan terdapat gulali jadul alias ppopgi atau dalgona, yang memiliki bermacam bentuk seperti bintang, bunga, hewan, dan lainnya. Bahannyayaitu gula ditambah baking soda. Cara pembuatan ppopgi menggunakan cetakan. Ppopgi dapat ditemukan di sejumlah spot street food di Seoul, misalnya saja Myeongdong, Hongdae, maupun Dongdaemun. Satu buah permen ini dijual dengan harga sekitar Rp15 ribuan.

Saat sedang ngetop di zamannya, tak hanya digemari anak-anak, permen gulali cukup digemari pula oleh orang dewasa. Di era milenial seperti saat ini, penjual gulali sudah mulai sulit ditemukan. Padahal ternyata, jika melihat di beberapa negara di atas, permen gulali dapat menjadi ikon Destinasi wisata.

Dan menurut si mamang, agar bertahan lama Permen Gulali dapat pula bertahan cukup lama, hingga seminggu lebih, asalkan disimpan ditempat yang baik dan benar. Permen gulali tradisional itu cukup dimasukan ke dalam plastik, kemudian plastik tersebut diikat dengan kencang.

Memajukan Destinasi Wisata dan memunculkan ikon tertentu, memang tidak harus dengan jualan Permen Gulali, ini hanya sekedar contoh saja, bahwa produk unik dengan sentuhan kreatifitas dan inovasi serta dikemas sedikit dramatis ternyata memiliki nilai lebih atau nilai jual. Ciptakan ikon Destinasi Wisata kita sendiri. Yuk…

Pos terkait