Dalam Ruang Rindu Stadion Si Jalak Harupat : Hari Ini Persis, Bukan Persib

Oleh : Dean Al-Gamereau

Segenggam pasir dan sekurucan air laut dalam sebuah peti jenazah, “dimakamkan” di bawah lapisan tanah merah Taman Bahagia, dalam kubangan langit mendung Lembang, Bandung, Jawa Barat, suatu hari 21 Desember 1952.

Bacaan Lainnya

Pasir dan air laut asal Pantai Mauk, Tangerang (Banten) itu, sebetulnya, hanyalah simbol untuk sebuah jasad yang sampai kini belum ditemukan usai dieksekusi mati lawan politiknya, konon, oleh Laskar Hitam.

Pria kelahiran Bojongsoang, Bandung, 31 Maret 1897, yang sampai kini jasadnya belum ditemukan itu, kemudian jadi pahlawan nasional (6 November 1973) atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan RI.

Pernah jadi menteri negara pertama, anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), aktivis berbagai organisasi, jadi guru di sekolah Muhammadiyah, juga jadi wartawan. Dialah Raden Otto Iskandardinata yang diberi gelar si Jalak Harupat.

Penyuka sepak bola, jadi wasit, dan pernah pula memimpin PERSIB pada tahun 1933. Oleh karena itu, untuk yang terakhir ini, pantas saja kalau gelar si Jalak Harupat itu jadi nama stadion sepak bola yang juga markas PERSIB dan PERSIKAB itu.

Si Jalak Harupat ini gelar untuk ayam jantang petarung yang pemberani, kuat, nyaring berkokok, dan selalu memenangkan pertandingan “ngadu hayam”. PERSIB, menang dan kalah di Stadion si Jalak Harupat ini – meski para bobotoh selalu menuntut menang.

Kini, untuk PERSIB, izinkanlah PERSIS memenangkan pertandingan jumlah pengunjung, 27 Agustus 2022, di Stadion si Jalak Harupat ini. Ada acara “Silaturahmi Akbar (Silatbar) dan Grand Launching Muktamar XVI PERSIS”, dengan menghadirkan keluarga besar PERSIS dari berbagai pelosok.

Si Jalak Harupat jadi Bandung lautan api semangat “bobotoh” PERSIS. Konon, pembawa acara ini orang yang sudah sangat dikenal di dunia hiburan layar televisi khususnya, Irfan Hakim, yang kini sangat bangga sempat jadi santri pesantren PERSIS. “Gue… PERSIS”. Jadi daya tarik juga.

Ketua Panitia Pelaksana Muktamar XVI PERSIS, Kiai Haji Dr. Haris Muslim, Lc, M.A., seperti diakuinya, dalam sebuah percakapan santai di Sekretariat PP PERSIS, Senin (15/08/22), terasa ada semangat bersilaturahmi lima tahun sekali di kalangan keluarga besar PERSIS. “Ada rasa rindu, kami fasilitasi, dan Stadion si Jalak Harupat tempatnya,” kata Kiai Haris.

“Di Kota Bandung, sulit mencari ruang rindu untuk puluhan ribu orang,” tambah Kiai Haris, yang juga sekretaris umum PP PERSIS itu.

Di Stadion si Jalak Harupat, apakah anggota keluarga besar PERSIS hanya akan saling bertemu, melepas rindu, atau sekadar bernostalgia? Ada banyak acara tontonan, meliputi penampilan aksi dan kreasi, seperti marching band dengan “bedug” Inggris-nya, orkestra, paduan suara, dan bazar.

Juga, ada acara tuntutan, meliputi pidato pengarahan dan pesan moral dari Gubernur Jawa Barat (H. Mochamad Ridwan Kamil, S.T., M.U.D. – Master of Urban Design) dan Kapolda Jawa Barat (Irjen Pol. Drs. Suntana, M.Si.).

Ada lagi pidato kebanggaan dan kebangsaan oleh para tokoh ormas sahabat. Grand launcing dan silatbar amat sangat meriah, di luar dugaan Panitia, dan jadi ruang rindu yang tak tertahankan. Stadion si Jalak Harupat : hari ini PERSIS, bukan PERSIB.

Sangat menarik sebetulnya, ada orkestra dan paduan suara. Kerinduan dan kebahagiaan pengunjung bisa di-orkestrasi-kan jadi “lagu” orkesrta muktamar XVI. Ada pula paduan suara, tetapi hanya untuk grand launching dan silatbar saja. Pada saat prung muktamar nanti (23 – 26 September 2022), mungkin tak akan ada “paduan suara”. Para peserta bebas mengekspresikan “mazhab” masing-masing, dengan segala opini dan atau hasil ijtihadnya. Ini sah di arena muktamar. Tetapi, “paduan suara” alias aklamasi atau “saur manuk” pun, tetap sah.
“Bobotoh” jamaah PERSIS bergembira. Rumput Stadion si Jalak Harupat terasa lebih hijau, jadi lebih indah. Segembira apa pun, “bobotoh” jamaah PERSIS tak akan pernah berjoget, bergoyang badan, seperti para bapak dan para ibu kita-kita yang ber-selebrasi, bergembira di istana sana, 17 Agustus kemarin.

Konon, atas restu Presiden. Tetapi, sujud syukur karena gembira pun jarang kita lakukan. Apa pun, grand launching dan silatbar sudah sukses digelar dengan segala kemeriahannya, dan jadi permulaan yang baik untuk sebuah acara yang paling serius lima tahun sekali. Kata orang Jerman sana, “Gut begonnen ist halb gewonnen” (permulaan yang baik adalah setengah kemenangan).

Kalau begitu, setengah kemenangan lagi harus ditempuh di Hotel Sutan Raja Soreang, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Dari ruang rindu Stadion si Jalak Harupat, saya ingin meng-istinbath begini, “Orkestra dan paduan suara di Stadion si Jalak Harupat adalah simbolisasi sebuah irama yang kompak dan harmonis untuk sebuah “kawih” muktamar di Hotel Sutan Raja Soreang”. Setuju? (Penulis, guru SMPIT PERSIS Al-Furqan, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten).

Pos terkait