Dian Martiani*
Hari Pendidikan Nasional tahun 2021 ini bertepatan dengan hari ke duapuluhsatu Ramadan 1442 H. Sepuluh hari terakhir yang penuh berkah. Bulan yang disebut juga dengan Syahruttarbiyah (bulan pendidikan). Dimana manusia mendapatkan begitu banyak pendidikan langsung dari Allah di bulan ini. Bulan yang ibadah utamanya adalah puasa, yang mendidik kita agar menjadi makhluk sosial yang lebih bermanfaat bagi sesama.
Dalam sejarah panjang dunia pendidikan Indonesia, setidaknya Kurikulum Indonesia sudah mengalami sebelas kali pergantian model kurikulum sejak 1947 (tirto.id). Tahun 1947 disebut Rencana Pelajaran, Tahun 1964 (Rencana Pendidikan Sekolah Dasar), tahun 1968(Kurikulum Sekolah Dasar), tahun 1973 (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan).
Di tahun 1975 (Kurikulum Sekolah Dasar), kemudian berganti menjadi Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Revisi Kurikulum 1994 di tahun 1997, Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di tahum 2004. Lalu dua tahun kemudian (2006) beralih ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan terakhir Kurikulum 2013. Sempat kembali ke Kurikulum 2006, setelah itu Kurikulum 2013 lagi.
Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mencoba menawarkan terobosan baru dengan menggagas Konsep Pendidikan “Merdeka Belajar” dengan model Rencana Pembelajaran yang dibuat lebih simpel. Nadiem menyatakan pihaknya akan terus memperbaiki pendidikan di Indonesia dengan transformasi melalui terobosan merdeka belajar.
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang disiarkan di akun YouTube Kemendikbud RI, Minggu (2/5/2021), Nadiem menyatakan akan menggagas lembaran baru pendidikan Indonesia melalui transformasi di bidang Pendidikan. Transformasi yang tetap bersandar pada sejarah bangsa, dan juga keberanian menciptakan sejarah baru yang gemilang.
Laman detikNews 2 Mei 2021, menyebutkan Nadiem menegaskan pihaknya akan terus melakukan transformasi untuk memperbaiki sistem pendidikan dengan program merdeka belajar melalui empat upaya Transformasi. Empat upaya adalah; “Pertama, perbaikan pada infrastruktur dan teknologi. Kedua, perbaikan kebijakan, prosedur, dan pendanaan, serta pemberian otonomi lebih bagi satuan pendidikan. Ketiga, perbaikan kepemimpinan, masyarakat, dan budaya. Keempat, perbaikan kurikulum, pedagogi dan asesmen,” ujarnya.
Empat Transformasi yang ditawarkan Nadiem membawa angin segar bagi satuan pendidikan yang akan mendapatkan otonomi lebih dari sebelumnya. Upaya ini harus disambut dengan positif, karena diharapkan akan memberikan dampak yang lebih baik. Satuan pendidikan lebih leluasa dalam mengimplementasikan Visi Misi lembaganya, karena tentu saja masing-masing satuan pendindikan memiliki keunikantersendiri baik dari sisi program unggulan, kondisi peserta didik, serta kondisi sosial budaya yang mempengaruhi lingkungan sekolah, tanpa bertentangan dengan kebijakan nasional.
Nadiem ingin anak-anak Indonesia menjadi pelajar yang menggenggam teguh falsafah Pancasila, pelajar yang merdeka sepanjang hayatnya, dan pelajar yang mampu menyongsong masa depan dengan percaya diri. Hal ini tetap sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Menurut hemat saya, bagaimanapun hebatnya sistem pendidikan, jantung dari proses Pendidikan tetaplah terletak ada pada Guru, sebagai garda terdepan, menjadi subjek sekaligus pengawal kegiatan proses pembelajaran itu sendiri. Sejatinya, Pendidikan bukan sekedar transfer pengajaran, namun ia adalah proses menyemai benih kebaikan melalui proses penanaman nilai kepada jiwa-jiwa yang meniscayakan terbangunnya sebuah peradaban.
Guru adalah sosok kunci. Dalam berbagai kisah, guru dapat menyebabkan kecintaan peserta didik terhadap kegiatan belajar menjadi tumbuh, mekar, dan berkembang, namun sebaliknya, tidak sedikit (oknum) guru yang justru menyebabkan kecintaan peserta didik terhadap belajar menjadi layu, tidak berkembang, bahkan mati sama sekali. Ini diakibatkan oleh karakter guru yang tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik, yang menginginkan lingkungan belajar yang nyaman.
Seperti apa sosok guru yang kemudian dapat memotivasi peserta didiknya menjadi orang-orang hebat karena tangan dingin mereka, salah satunya dapat kita petik dalam kisah dalam Novel Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, atau Negeri 5 Menara yang menjadi novel Best Seller, tidak hanya di Indonesia. Para penulis pada akhirnya berhasil menggapai mimpi-mimpinya. Menjadi orang-orang hebat, yang lahir dari para guru yang hebat.
Cara kedua penulis (Andrea Hirata dan A. Fuadi) menceritakan guru-gurunya menunjukkan sikap hormat penulis yang luar biasa. Sosok Ibu Muslimah, pak Balia, dan para ustadz PM Madani dengan segala ketulusannya, totalitasnya karena kecintaannya dalam mengajar, telah melahirkan murid-murid yang tidak saja berhasil menggapai cita-cita tetapi juga memiliki budi pekerti luhur (Kompasiana).
Sebuah Webinar pada hari Ahad, 2 Mei 2021, dengan pemateri Mr Sugesti Aris Ahmad Jaya, menampilkan sebuah survey, seperti apa sosok guru yang disukai sekaligus disayangi peserta didiknya. Hasil survey itu menyebutkan guru yang disukai peserta didik adalah guru yang ramah, menghargai peserta didik, pandai memotivasi, humoris, pandai berkomunikasi, kreatif, dan cerdas. Guru-guru yang mampu membangkitkan jiwa-jiwa peserta didik.
Guru yang dapat menemukan titik lebih dari para muridnya, untuk kemudian diasah dan diberi peluang untuk berkembang, akhirnya mekar, bertebaran menjadi insan-insan penuh manfaat.
Merekalah yang kita kenal dengan Guru-guru bermata Lebah. Bagaimanapun “rimba” keadaan peserta didiknya, ia selalu mampu melihat sisi baik mereka. Menemukan titik lebihnya, mengembangkan potensinya, seraya memberikan pengalaman belajar kepada mereka, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang melejitkan potensinya, dalam genggaman kasih sayang dan penghargaan. Kelak mereka akan dicatat dalam sejarah sukses peserta didiknya.
Sebaliknya, jangan menjadi guru bermata lalat, yang hanya melihat sisi lemah dari peserta didiknya, menjadikan hal ini sebagai fokus pembicaraannya. Menyebabkan semangat dan kecintaan terhadap belajar menjadi layu, bahkan mati.
Jika kita tidak dapat memasuki syurga melalui pintu sholat, puasa, sedekah, dan lain-lain, mungkin dengan menjadi guru yang mengantarkan kesuksesan peserta didiknya adalah sebagai jalan lain untuk memasukinya. Wallahualam bishawab.
Selamat Hari Pendidikan Nasional 2021.
*Penulis adalah Kepala Inspektorat disebuah Lembaga Pendidikan