Menyambut Hari Pers Nasional Tahun 2020 di Banjarmasin Pesan Al-Qur’an Untuk Wartawan

(Bagian Terakhir  dari Empat Tulisan)

Oleh

Bacaan Lainnya

Dean Al-Gamereau

Membaca, Jadi Aku Tahu
Wartawan muslim hendaknya pula mengimani (dan menghayati) sabda pertama di Gua Hira, yakni surat Al-‘Alaq ayat 1 – 5. Manusia diperintah membaca, sampai dua kali. Ayat ke-5, pesan untuk kita, bahwa Allah-lah yang nanti akan mengajar manusia, sehingga manusia bisa mengetahui apa-apa yang tak diketahui sebelumnya.

Dengan demikian, jangan khawatir, baca saja dulu, nanti Allah yang akan menjadi “guru besar”nya, Allah yang akan memberi pelajaran sehingga jadi “aku tahu”. Membaca dulu, baru tahu dan paham. Allah yang menganugerahi pengetahuan dan pemahaman kepada hamba-Nya.

Membaca zaman kini, tak selalu melalui buku konvensional atau koran konvensional, tetapi juga sudah pakai huruf /e/, ada e-book, e-paper, e-magazine, dan lain-lain. Lebih dari itu, bacalah segala gejala, segala yang dilihat dan didengar. Kita jadi tahu dan memahami semua yang dibaca itu karena memang janji-Nya. Allah yang akan mengajar! Dari Allah, jadi aku tahu. (

Ayat Komunikasi antarmanusia
Al-Qur’an surat Al-Hujuraat ayat 13 mengingatkan bahwa Allah S.W.T. menciptakan manusia dari lak-laki dan perempuan, lalu menjadikan mereka beberapa kelompok dimensi tempat dan etnis untuk saling mengenal.
Manusa yang paling mulia adalah yang paling takwa kepada-Nya, bukan dilihat dari etnis, bangsa, bahasa, warna kulit, keturunan, dan lain-lain. Artinya pula semua orang punya modal dan kesempataan yang sama dan setara untuk jadi manusia yang paling mulia di sisi-Nya.
Manusia bergaul, berkomunikasi, saling memengaruhi untuk menyalurkan dan mengembangkan fitrahnya. Manusia berlomba-lomba dan bersaing. Manusia menaklukkan alam, bahkan menaklukkan sesamanya.
Ayat 13 surat Al-Hujuraat itu hanya berpesan pendek saja, di akhir ayat, bahwa manusia yang paling mulia hanyalah yang paling bertakwa kepada-Nya, tanpa melihat status sosial atau strata sosial, atau status apa pun.
Manusia diciptakan yang beragam bangsa bahasa, dan budaya itu bisa berhubungan baik satu sama lain saling bekerja sama yang menguntungkan melalui komunikasi. Di sini, komunikasi jadi “jembatan” abstrak untuk membangun hubungan-hubungan sosial. Fitrah manusia pula mau berkomunikasi.
Teori Pers Islam, Mengapa Tidak?
Secara keseluruhan, surat Al-Hujuraat mengajarkan jurnalisme damai, jurnalisme kasih sayang, jurnalisme yang piawai mengatur hubungan dengan berbagai lapisan dan tingkatan, sekaligus mengatur akhlak dan sopan santun terhadap berbagai lapisan dan tingkatan itu. Wartawan, yang selalu berhubungan dengan berbagai sumber berita dari berbagai kalangan dan tingkatan, bisa menjadikan Al-Hujuraat sebagai pedoman.

Surat Al-Hujuraat adalah modal utama jadi wartawan profesional, cerdas, dan cekatan. Sungguh! Anda muslim khususnya, dan Anda mau menjadi wartawan? Maka, wajiblah Anda memahami dan menghayati surat Al-Hujuraat sebelum bismillah menggeluti profesi wartawan.

Anda wartawan yang mengusung jurnalisme damai, juga jurnalisme kasih sayang, seperti diajarkan surat Al-Hujuraat? Maka, Anda wartawan yang cerdas, media Anda cerdas, dan sekaligus Anda dan media Anda akan mencerdaskan bangsa. Insya Allah!

Bekal ilmu dan keterampilan tidaklah cukup, karena harus dilengkapi dengan kepribadian wartawan itu sendiri. Surat Al-Hujuraat, insya Allah, akan membentuk kepribadian wartawan.

Di samping itu, surat Al-Hujuraat ini akan semakin penting pula sebagai bahan dasar perumusan teori Pers Islam. Antara lain, untuk pengayaan khazanah ilmu komunikasi umumnya dan ilmu kewartawanan khususnya. Islam tampil dengan ajarannya yang lengkap, dengan kitab sucinya, Al-Qur’an, yang juga mengajari tentang profesi wartawan muslim dan ilmu kewartawanannya yang Islamy.

Teori pers klasik yang selama ini dikenal hanya empat, yakni authoritarian, libertarian, social responsibility, dan Soviet totalitarian. Lalu, kalau ada teori Pers Islam, dengan basis urat Al-Hujuraat yang begitu santun dan sebagai anutan wartawan muslim khususnya, tentu saja bukan suatu hal yang mustahil. Dan, mengapa tidak?

Pemikir keempat teori Per situ, Authoritarian Theory dan Libertarian Theory ditulis Fred S. Siebert, Social Responsibility ditulis oleh Theodore Petersen, dan Soviet Communism Theory ditulis oleh Wilbur Schramm.

Teori-teori itu dihimpun dalam sebuah buku diberi judul The Four Theories of The Press. Hasil pemikiran para pemikir keempat teori Pers itu (Pendit, 1986, 8), dikategorikan pada tujuh (7) kategori, secara ringkas, meliputi perkembangan, dasar filosofis, pihak yang berhak menggunakan Pers, pengawasan, larangan, dan kepemilikan. Lihat selanjutnya dalam halaman berikutnya (Pendit, 1986 : 8) : (Bagian terakhir dari empat tulisan).

Pos terkait