Wilayah Jakarta Selatan merupakan salah satu kawasan dengan perubahan peruntukan bangunan terbanyak di Jakarta. Pemerintah Kota Jakarta Selatan pun berniat melegalkan bangunan-bangunan yang sudah beralih peruntukan tersebut.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan, hal tersebut terjadi karena adanya pembiaran. “Awalnya ada pembiaran, melawan hukum. Misalnya di Kemang, ketika rumah-rumah menjadi toko, ruko, restoran, hotel, itu dibiarin. Sesudah dibiarin lama-lama dilegalkan,” kata dia saat dihubungi di Jakarta, Senin (24/8/2015).
Namun, pembiaran itu dinilai Yayat juga memiliki alasan. Pertimbangan ekonomi, kesempatan kerja, dan kesempatan usaha lebih dikedepankan. Padahal, bangunan yang berubah peruntukan tanpa izin menyalahi ketentuan aturan.
Selain itu, tekanan juga berasal dari beban pajak bumi dan bangunan yang sangat tinggi untuk rumah-rumah yang berada di tengah kota, apalagi bagi mereka yang sudah tidak memiliki penghasilan tinggi karena sudah pensiun. Mengubah rumah tinggal mereka menjadi tempat usaha merupakan salah satu cara supaya mereka mampu membayar PBB.
Namun, menurut Yayat, legalisasi perubahan peruntukan bangunan juga tidak semestinya dilakukan terus-menerus. Maka dari itu, fungsi pengawasan dan ketegasan dari pemerintah perlu dikedepankan. @Niki Rohmat