Devi Triasari, 24 tahun, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo menjadi lulusan terbaik dan akan diwisuda pertengahan bulan ini. Devi memperoleh nilai hampir sempurna dengan indeks prestasi kumulatif 3,99 dalam skala 4.
Prestasi yang berhasil ditorehkan mahasiswi dari keluarga miskin ini tak lepas dari didikan kedua orang tuanya, Suwito,61 tahun dan Karinem,61 tahun sejak kecil. “Dia tidak boleh keluyuran, karena anake wong gak duwe (anaknya orang yang nggak punya),” kata Suwito, 61 tahun saat ditemui di kediamannya di RT 4, RW 2 Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Kamis, 4 Juni 2015.
Keluarga Devi berpenghasilan rendah. Suwito, ayahnya bekerja sebagai buruh tani yang mendapatkan upah usai menggarap lahan sawah milik orang lain. Pekerjaan itu dilakoni ketika musim panen hingga menjelang musim tanam padi. ‘’Dalam seharinya hanya mendapat upah 5-10 kilogram gabah,’’ ujar Suwito. Jika diuangkan pendapatan yang didapat berkisar antara Rp 20 ribu – Rp 40 ribu.
Di luar musim panen hingga menjelang musim tanam padi, Suwito bekerja sebagai kuli bangunan. Jadwal aktivitas itu tidak tentu karena hanya berdasarkan permintaan dari orang lain yang mempekerjakan. “Kalau tidak ada yang butuh, ya hanya diam di rumah,’’ ucap Suwito kepada Tempo.
Untuk menambah penghasilan keluarga, Karinem harus bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Saban pagi hingga sore, perempuan ini berada di rumah majikannya yang berada di salah satu perumahan rakyat di wilayah Kecamatan Geneng. Menurut Suwito, penghasilan istrinya dalam sebulan hanya Rp 300.000.
Keterbatasan ekonomi membuat Suwito dan keluarganya hidup prihatin. Bangunan rumah berukuran 5 x 7 meter yang mereka huni pun sederhana. Triplek yang dijadikan sekat antar ruangan mulai terlepas dari paku, lapisan semen untuk lantai juga banyak yang terkelupas.
Rumah keluarga Suwito berada di belakang kediaman tetangga yang dihubungkan gang dengan lebar satu meter. Di bidang pendidikan, empat dari enam anggota keluarga ini hanya mampu lulus sekolah dasar.
Satu lainnya tidak tamat SD. Kesempatan bersekolah hingga ke perguruan tinggi hanya dirasakan oleh Devi Triasari. Perempuan ini menorehkan prestasi di kampusnya dengan menjadi lulusan terbaik dan mendapat tawaran meneruskan magister ke Australia dan Belanda.